Dharma Polimetal Siap Pasok Komponen untuk Mobil Listrik BYD, Kasus Petisi Binguo EV Masih Berlanjut

Dharma Polimetal Siap Pasok Komponen untuk Mobil Listrik BYD, Kasus Petisi Binguo EV Masih Berlanjut
KabarOto.id – PT Dharma Polimetal Tbk (DRMA), perusahaan komponen otomotif milik konglomerat TP Rachmat, menyatakan kesiapannya untuk menjadi bagian dari rantai pasok mobil listrik asal China, termasuk BYD. Pernyataan ini diungkapkan langsung oleh Presiden Direktur DRMA, Irianto Santoso, saat ditemui di ajang otomotif ICE BSD, Tangerang.
“Sudah ada beberapa merek dari China yang menghubungi kami dan melakukan audit. Hasilnya, kami dinyatakan comply terhadap semua standar teknis,” ujar Irianto.
Menanti Pabrik BYD Selesai di Subang
Meski audit telah dilewati dengan baik, DRMA belum bisa mulai memproduksi komponen lantaran proses kerja sama masih menunggu kesiapan prinsipal, termasuk penyelesaian pembangunan pabrik. Dugaan kuat mengarah pada BYD yang tengah membangun fasilitas produksi kendaraan listrik berkapasitas 150.000 unit per tahun di Subang, Jawa Barat.
“Sekarang tinggal tunggu pabrik mereka selesai saja,” tambah Irianto.
Irianto juga menyoroti dominasi impor komponen dalam skema CKD kendaraan listrik saat ini. Menurutnya, lokalisasi akan terjadi secara signifikan hanya jika ada kepastian volume produksi dalam negeri.
“Kalau volume tidak mendukung, biaya produksi lokal jadi mahal. Perlu ada dorongan regulasi TKDN yang konsisten,” katanya.
DRMA sendiri sudah memproduksi berbagai komponen kendaraan listrik, mulai dari battery pack hingga charging station, serta telah menjadi pemasok untuk Hyundai, Toyota, Kia, dan Astra Honda Motor.
Baca Juga: Jalan Jauh Pakai Mobil Listrik? Ini 7 Tips Penting Biar Gak Kehabisan Baterai di Tengah Jalan
Petisi Binguo EV Masih Gantung, Kompensasi Tunggu Restu dari China
Di sisi lain, dinamika industri mobil listrik juga diwarnai dengan suara konsumen. Komunitas pengguna Wuling Binguo EV yang tergabung dalam Wuling Binguo Club Indonesia (WBIC) telah melakukan pertemuan dengan manajemen SGMW Indonesia, menyusul petisi yang menuntut kompensasi atas penurunan harga Binguo EV hingga Rp 180 juta dalam waktu kurang dari setahun.
Inisiator petisi, Zyovanni Satya Negara, menyampaikan bahwa manajemen SGMW membuka ruang dialog, tetapi belum bisa memberikan keputusan final karena masih menunggu persetujuan prinsipal di China.
“Keputusan kompensasi tidak bisa diputuskan manajemen nasional, harus ada koordinasi dengan prinsipal mereka di China,” kata Zyovanni.
Opsi Free Charging Masih Sebatas Penjajakan
Dalam forum tersebut, SGMW Indonesia sempat melempar opsi kompensasi sementara, seperti perpanjangan fasilitas isi daya gratis (free charging) di jaringan GBT. Namun, opsi itu belum final dan masih dalam tahap penjajakan awal.
Komunitas WBIC menyambut baik forum dialog tersebut, tetapi tetap menekankan bahwa bentuk kompensasi harus adil dan mencerminkan kerugian finansial serta moral yang dirasakan oleh pembeli awal.
Baca Juga: Cara Menguras Air Radiator Motor Honda: Tips Praktis Agar Mesin Awet
Sebagai informasi, petisi yang diluncurkan oleh Zyovanni berjudul “Kami dirugikan! Harga Wuling Binguo EV turun Rp 180 juta dalam 7 bulan!” telah mendapatkan sorotan publik luas.
Industri EV Lokal Harus Dilindungi, Konsumen Juga Perlu Kepastian
Dua kasus ini—kesiapan DRMA dalam rantai pasok EV dan kisruh harga Binguo EV—menggambarkan dua sisi penting dalam pertumbuhan industri kendaraan listrik di Indonesia: peran strategis industri lokal dan perlindungan hak konsumen.
Dengan proyek lokalisasi seperti pabrik BYD dan partisipasi supplier seperti DRMA, peluang kemandirian industri otomotif nasional semakin terbuka. Namun, dinamika pasar seperti penurunan harga ekstrem juga harus ditangani secara adil agar kepercayaan konsumen tetap terjaga.