Faktor Utama yang Mempengaruhi Harga Jual Kembali Mobil Listrik di Indonesia

Faktor Utama yang Mempengaruhi Harga Jual Kembali Mobil Listrik di Indonesia
KabarOto.id – Seiring meningkatnya tren elektrifikasi di Indonesia, minat terhadap mobil listrik (EV) juga semakin tinggi. Namun, salah satu hal yang masih menjadi pertimbangan calon konsumen adalah harga jual kembali mobil listrik. Dibandingkan mobil konvensional atau hybrid, harga EV bekas masih relatif lebih rendah.
Menurut Yannes Martinus Pasaribu, pengamat otomotif dari Institut Teknologi Bandung (ITB), faktor terbesar yang memengaruhi depresiasi EV adalah baterai, komponen paling mahal yang menyumbang 30–40 persen dari total harga kendaraan.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga Jual Kembali Mobil Listrik
1. Kondisi Baterai sebagai Komponen Utama
Baterai menjadi penentu utama nilai residu EV. Konsumen umumnya khawatir terhadap biaya penggantian baterai yang sangat mahal.
- Jika kapasitas baterai masih sehat (70–80 persen setelah 8–10 tahun), harga jual kembali akan lebih terjaga.
- Sebaliknya, baterai yang rusak atau drop akan langsung menurunkan nilai jual mobil listrik.
2. Edukasi Perawatan Baterai
Yannes menekankan pentingnya edukasi sejak awal pembelian. Konsumen perlu memahami cara merawat baterai, seperti:
- Menghindari overcharge
- Tidak terlalu sering melakukan pengisian cepat (fast charging)
Baca Juga: Harga Toyota Agya & Daihatsu Ayla Bekas 2025 Stabil, Meski Mobil Listrik Murah Menggempur
- Menjaga pola penggunaan agar baterai lebih awet
Dengan edukasi yang tepat, konsumen lebih percaya diri bahwa mobil listrik tetap andal dalam jangka panjang, sehingga harga bekasnya tidak anjlok drastis.
3. Dukungan Dealer dan Jaminan Purna Jual
Faktor lain yang turut memengaruhi harga jual kembali EV adalah layanan aftersales. Dealer dengan layanan 3S (sales, service, sparepart) lengkap akan meningkatkan kepercayaan pembeli mobil bekas.
Selain itu, jaminan purna jual dari agen pemegang merek (APM), seperti garansi baterai hingga 8 tahun, juga mampu mereduksi kekhawatiran konsumen terhadap biaya perbaikan.
4. Persepsi Pasar dan Ketersediaan Teknologi
Banyak konsumen di Indonesia masih menganggap mobil listrik memiliki depresiasi tinggi. Namun, dengan berkembangnya teknologi baterai yang lebih tahan lama dan infrastruktur charging yang semakin luas, persepsi ini diprediksi akan berubah dalam beberapa tahun ke depan.
Baca Juga: Pasar Mobil Listrik Lesu, Harga Alphard Bekas Ikut Tertekan Gara-Gara Denza D9
Baterai Jadi Penentu, Edukasi Jadi Kunci
Harga jual kembali mobil listrik di Indonesia sangat dipengaruhi oleh kondisi baterai, edukasi konsumen dalam perawatan, serta dukungan layanan purna jual dari dealer dan APM.
Jika ekosistem EV semakin matang dengan edukasi yang baik, infrastruktur memadai, serta jaminan layanan yang jelas, maka harga mobil listrik bekas akan lebih stabil dan bisa menjadi pilihan menarik bagi konsumen.